KEJAHATAN KORPORASI TERHADAP BURUH
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada masa reformasi saat ini telah banyak
perubahan yang terjadi pada negara ini. Perubahan tersebut banyak terjadi dari
berbagai aspek kehidupan dan kenegaraan. Hal tersebut memiliki berbagai
penafsiran yakni pada perubahan kearah yang lebih baik atau kepada suatu
penurunan dari kualitas hidup dan bernegara. Masalah-masalah yang dewasa ini
makin banyak di alami negara kita merupakan salah-satu contoh yang dapat
menafsirkan adanya perubahan kearah yang lebih baik atau sebaliknya.
Hampir disemua negara saat ini, masalah ketenagakerjaan atau perburuhan
selalu tumbuh dan berkembang, baik di negara maju maupun berkembang, baik yang
menerapkan ideologi kapitalisme maupun sosialisme. Hal itu terlihat dari selalu
adanya departemen yang mengurusi ketenagakerjaan pada setiap kabinet yang
dibentuk. Hanya saja realitas tiap negara memberikan beragam problem riil
sehingga terkadang memunculkan berbagai alternatif solusi. Umumnya, negara maju
berkutat pada problem ketenagakerjaan yang berkait dengan ‘mahalnya’ gaji
tenaga kerja, bertambahnya pengangguran karena mekanisasi (robotisasi), tenaga
kerja ilegal, serta tuntutan penyempurnaan status ekonomi, sosial bahkan
politis. Sementara di negara berkembang umumnya problem ketenagakerjaan berkait
dengan sempitnya peluang kerja, tingginya angka penganguran, rendahnya
kemampuan sumber daya manusia tenaga kerja, tingkat gaji yang rendah, jaminan
sosial nyaris tidak ada. Belum lagi perlakuan penguasa yang merugikan pekerja
(buruh), seperti perlakuan buruk, tindak asusila, penghinaan,
pelecehan seksual, larangan berjilbab dan beribadah dll.
Mekanisme Hubungan Industrial Pancasila (HIP) yang
diterapkan selama ini juga banyak mengalami kegagalan. HIP yang
menekankan
hubungan kemitraan berasaskan kekeluargaan, cenderung untuk mengikat
kesetiaan buruh dengan dalih kesetiaan pada ideologi. Pada pelaksanaannya HIP
justru telah mengebiri berbagai hak kaum buruh, lebih memenangkan kepentingan
pengusaha.
Hal tersebut diatas dapat digambarkan bahwa banyak
permasalahan di negara ini khususnya mengenai ketenagakerjaan. Di sini penulis
beranggapan bahwa masalah yang timbul mengenai ketenagakerjaan sangat
berhubungan sekali dengan perusahaan yang memperkerjakan para kaum buruh. Hasil
didapatkan adanya sangkaan perbuatan hukum yang dilakukan pada kaum buruh adalah
berasal dari suatu korporasi sebagai perusahaan yang memperkerjakan. Oleh
karena itu perlu adanya identifikasi lebih khusus mengenai kejahatan korporasi
yang di lakukan oleh korporasi terhadap kaum buruh tersebut.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana alasan dan motif kejahatan
korporasi yang di lakukan terhadap kaum buruh?
2.
Bagaimana penanggulangan kejahatan
korporasi terhadap kaum buruh?
PEMBAHASAN
Alasan dan Motif
Kejahatan Korporasi yang Dilakukan Terhadap Kaum Buruh
Guiding
Principle of Crime Prevention and Criminal Justice in the Context of
Development and a New International Economic Order
yang dihasilkan kongres PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) Ketujuh pada tahun
1985 di Milan Italia, mengingatkan perlunya perlindungan khusus terhadap
bentuk-bentuk kelalaian (yang dapat terjadi dalam aktivitas korporasi) yang
bersifat kriminal dalam bidang kesehatan masyarakat (public health), kondisi atau pesyaratan keamanan tenaga kerja (labour conditions), eksploitasi
sumber-sumber alam dan lingkungan (exploitation
of natural resources and environment), serta persyaratan pengadaan barang
dan pelayanan konsumen (the provision
goods and services of consumers). Peninjauan kembali atas perbuatan yang
dinyatakan dilarang dan merupakan tindak pidana korporasi merupakan hal yang
perlu karena perubahan nilai-nilai menyebabkan sejumlah perbuatan yang
sebelumnya merupakan perbuatan yang tidak dicela dan tidak dituntut pidana
berubah menjadi perbuatan yang harus dicela dan dipidana.
Kejahatan
korporasi terhadap buruh atau tenaga kerja adalah yang berupa
perbuatan-perbuatan yang mengabaikan keamanan dan keselamatan kerja buruh,
karena itu berarti mengabaikan apa yang menjadi kepentingan dari para buruh
yang bersangkutan. Buruh yang setiap hari bekerja dalam lingkungan kerja
tertentu, dengan debu yang berterbangan, asap pengecoran dalam produksi yang
selalu dihirup, suara gemuruh dari mesin-mesin penggilingan dan sebagainya,
dalam waktu tertentu akan menimbulkan penurunan kualitas kesehatan buruh.
Perhatian
mengenai lingkungan kerja atau ruang kerja dalam hubungannya dengan kesehatan
dan keselamatan buruh dalam menjalankan kegiatan produksi suatu perusahaan,
bukanlah hal yang dicari-cari. Sebab, dalam kegiatan produksi, gangguan
kesehatan dan atau kecelakaan setiap saat dapat terjadi, yang dalam hal ini
disebabkan oleh bahan-bahan bakar yang digunakan, mesin-mesin yang digunakan
dan proses pengolahan serta faktor-faktor penyebab lainnya. Hal ini sengaja
dikemukakan atas dasar pertimbangan sebagai berikut (Hardjasoemantri, 1988:309)
: (a) setiap tenaga kerja (buruh) berhak mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan
produksi serta produktivitas nasional, (b) setiap orang lainnya yang berada di
tempat kerja perlu terjamin keselamatannya dan (c) setiap sumber (bahan)
produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Dari
segi peraturan perundang-undangan, sebenarnya sudah cukup banyak aturan-aturan
yang memberikan perlindungan kepada buruh. Namun masih banyak
perusahaan-perusahaan (korporasi) yang tidak menghiraukan akan keamanan dan
keselamatan kerja buruhnya. Hal ini bisa merupakan kesengajaan atupun kealpaan
korporasi. Apabila hal ini merupakan kesengajaan, tentunya dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Berdasarkan
penjelasan materi di atas peluang kejahatan yang di lakukan oleh pihak
korporasi adalah bersifat ke alpaan dan efek dari pekerjaan buruh tersebut.
Lebih dalam penulis membahas tentang kejahatan yang mungkin bisa secara
langsung mengakibatkan kerugian pada kaum buruh. Menurut penulis di sini justru
lebih pada identifikasi dari pihak korporasi yang bersifat sebagai tindak
pidana yang di lakukan oleh pihak yang memiliki jabatan di atas kaum buruh atau
bisa sebagai pemilik perusahaan. Sebelum mengarah pada hal tersebut penulis
ingin menerangkan tentang pengertian serta faktor-faktor yang ada pada
kejahatan oleh pihak-pihak tersebut. Seperti halnya sebagai berikut :
Ciri-ciri
White Collar Crime (WCC):
1.
Dampak kejahatan yang luas
2.
Dilakukan oleh oknum-oknum pejabat/orang
terpandang
3.
Implementasi kejahatan dengan mnggunakan
jabatannya
Faktor-faktor:
1.
Sikap untuk pejabat atau orang
terpandang yang lemah
2.
Kurangnya sarana kontrol atau pengawasan
dari pemerintah
3.
Diabaikannya profesionalitas serta etos
kerja
4.
Rumitnya sistem birokrasi
5.
Penegakan hukum yang sempoyongan
6.
Carut-marutnya hukum serta intervensi
politik dan kepentingan
Adanya WCC pada
kejahatan korporasi terhadap buruh yang dampaknya secara langsung dapat di
lihat pada UU No. 3 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam pasal 53 yang
menyatakan bahwa, “Segala hal dan/atau biaya yang
diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan
menjadi tanggung jawab pengusaha”. Jika di hubungkan dengan pasal 55 yang
menyatakan, “Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah,
kecuali atas persetujuan para pihak”. Menurut hemat penulis kedua pasal
tersebut justru memberikan peluang kepada pihak pengusaha untuk melakukan
kejahatan terhadap buruh dengan motif campur-aduk hukum serta intervensi
politik dan kepentingan. Dilihat dari adanya peluang yang disebabkan akbat
pemberian tanggung jawab penuh atas segala hal dalam pelaksanaan pembuatan
perjanjian hubungan kerja pada pihak pengusaha sehingga dapat menyebabkan
penyelewengan.
Untuk dapat mengatasi hal tersebut
maka perlu adanya penanggulangan untuk melakukan kejahatan terhadap buruh
secara intensif. Oleh karena itu penulis akan lebih lanjut untuk memberikan
penanggulangan secara jelas dan gambling.
Penanggulangan
Kejahatan Korporasi Terhadap Kaum Buruh
Agar
penanggulangan kejahatan korporasi dapat berhasil, maka upaya yang diambil
harus mendasarkan pada anatomi atau karakteristik kejahatan korporasi itu
sendiri.
Pasal 5 ; Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa
diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.
Pasal 40 ayat 1 : Perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilakukan
melalui penciptaan kegiatan yang produktif dan berkelanjutan dengan
mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi
tepat guna.
Pasal 55 : Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau
diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.
Pasal 53 : Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi
pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung
jawab pengusaha.
KESIMPULAN
DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian kasus diatas maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
a)
Campur-aduk
hukum serta intervensi politik dan kepentingan merupakan motif kejahatan
korporasi yang dilakukan kepada buruh disebabkan akbat pemberian tanggung jawab
penuh atas segala hal dalam pelaksanaan pembuatan perjanjian hubungan kerja
pada pihak pengusaha sehingga dapat menyebabkan penyelewengan.
b)
Penanggulangan kejahatan korporasi yang
dilakukan terhadap buruh dapat dilakukan dengan berapa cara yakni:
I.
Setiap tenaga kerja memiliki
kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.
II.
Perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilakukan
melalui penciptaan kegiatan yang produktif dan berkelanjutan dengan
mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi
tepat guna.
III.
Perjanjian kerja tidak dapat
ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.
IV.
Segala hal dan/atau biaya
yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh
dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
SARAN
A.
seyogyanya kepada pemerintah dapat
melaksanakan serta memberikan sanksi kepada perusahaan yang melakukan
pelanggaran terhadap kepentingan daripada buruh itu sendiri.
B.
Kepada setiap perusahaan agar dapat
memperhatikan nasib buruh lebih baik dan juga mentaati aturan-aturan normative
yang tertuang di dalam undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Setiyono.2005.
Kejahatan Korporasi. Malang, Bayu
Media
Undang-Undang
no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar harap diisi, baik buruk komentar anda membantu kami untu evaluasi ke depannya. :)